Gairah Asmara  - Kumpulan kisah seks & asmara khusus dewasa -    gairah asmara

Warning

Situs ini merupakan situs yang berisikan kumpulan cerita khusus DEWASA, hanya anda yang berusia minimal 18 tahun yang boleh mengunjunginya. Kami tidak bertanggung jawab jika terjadi "efek samping" kepada para pembaca

 

Link Favorit

- Kamasutra
- Gadis seksi
- Goyang erotis
- Foto hot artis
- Cewek bugi
l

 

.

 

Gairah Asmara Web mrpk situs khusus dewasa yg berisi koleksi cerita seks, kisah erotis, kencan kilat, pengalaman seks, keperawanan, keperjakaan, cerita anak smu, cerita saru, asmaragama, kamasutra, tips seks, seni bercinta, kisah tante,  tante girang, kisah gigolo,  telanjang, bugil, foto seksi, gadis, gadis seksi, cewek bugil,  artis bugil,  abg telanjang,  ciblek,  anak smu, model foto, artis erotis, wanita cantik, ayam kampus, wts, cewek panggilan,  gigolo, kencan,  pesta seks, maniak seks, vcd bf,  film biru, blue film, model telanjang, playboy indonesia, brondong, cerita waria, senggama, 17 tahun, pembantu genit seksi, erotisme,  perkosaan,  gadis perawan, virgin, payudara,  toket,  memek,  paha, buah dada,  payudara,  puting susu,  cerita panas, blogkep, vagina,  penis, klitoris,  bugil,  ML,  Abg smu,  erotis,  orgasme. Khusus di peruntukkan untuk anda yg berumur 18th keatas atau yg sudah menikah.

cewek seksi erotis

Judul : Dosaku Terhadap Angga 
Oleh : Tak Tahulah
Email : entah@siapajuga.co.id
Foto : by Model ( Karen Inchinose)
Keterangan : Model atau foto tidak ada hubungannya dengan cerita yang ada. Hanya ilustrasi atau gambar pemanis belaka. Jika anda punya kisah seks erotis, kisah ml atau khayalan erotis yg ingin anda ceritakan silahkan kirim ke
cerita_seks_erotis@yahoogroups.com 

Daftar isi Gairah Asmara, Klik Disini !!


Judul : Dosaku Terhadap Angga 

Aku kini benar-benar terbangun setelah mendengar dengkuran Mas 
Har beberapa lamanya. Kuperhatikan dada dan perutnya yang 
padat lemak itu naik-turun seirama dengan suara dengkur yang 
makin menjengkelkanku. Aku turun dari ranjang dan berjalan 
menuju cermin besar di kamar tidur kami. Kupandangi dan 
kukagumi sendiri tubuh telanjangku yang masih langsing dan 
cukup kencang di usiaku yang tigapuluhan. Kulitku masih cukup 
mulus dan putih, payudaraku tetap bulat dan kenyal, pas benar 
dengan bra 37B warna pink favoritku saat kuliah. Dan wajahku 
masih halus, semua terawat oleh kosmetik yang aku dapatkan 
dari uang Mas Har. 

Ah, aku masih sangat menarik. Tentu saja, tanda-tanda ketuaan 
tak bisa dihindari, namun tubuhku belum pernah melar karena 
hamil, apalagi melahirkan. Aku masih ingin meniti karierku, 
aku ini wanita yang menikmati kekuasaan. Dan menikah dengan 
Mas Har membuka lebar-lebar kesempatan untuk meraih ambisi 
itu. Kualihkan pandangan pada sosok lelaki tambun di 
ranjangku. Mas Har yang dulu tampil sangat jantan, bisa sangat 
berubah dalam waktu 12 tahun. Rambut halus di dada dan 
perutnya dulu yang selalu membuatku bergairah bila dipeluknya, 
kini tumbuh makin lebat dan liar, sedangkan Mas Har tidak 
pernah mau mencukurnya. Perutnya yang kokoh dulu kini ditutupi 
oleh selimut lemak yang sangat tebal. Memang otot dada dan 
tangannya yang kekar masih bertahan. Namun kalau aku bercinta 
dengan Mas har sekarang, rasanya aku sedang ditiduri oleh 
seekor gorilla. Memuakkan. 

Meski begitu, hasratku akhir-akhir ini makin tak tertahankan. 
Seringkali, akulah yang meminta duluan ke Mas Har untuk 
memuaskan nafsuku. Namun gara-gara stamina Mas Har yang loyo 
di usianya yang setengah abad lebih, aku hampir pasti tidak 
terpuaskan dan kebanyakan aku sendiri yang menyelesaikan 
"tugas" Mas Har. Sama seperti yang terjadi sore ini, tinggal 
sebentar lagi aku merasakan orgasme, tiba-tiba Mas Har keluar, 
dan dengan napas tersengal-sengal ia membelai-belai tubuhku 
kemudian tertidur lelap di sampingku. Lagi-lagi harus 
jari-jariku sendiri yang memuaskanku. Aku sudah tak tahan. Aku 
tidak peduli lagi pada nilai dan norma yang berlaku bagiku 
sebagai perempuan. Kubulatkan tekadku, kemudian aku pergi ke 
kamar mandi untuk membersihkan diri dari bekas cumbuan suamiku 
yang memuakkan. 

Selesai sarapan Mas Har pamit padaku dan mengatakan betapa 
menyesalnya dia harus meninggalkanku akhir pekan ini ke 
Singapura, demi kepentingan lobby perusahaannya. Mas Har 
memang pernah menawarkan padaku untuk pergi bersamanya, tapi 
aku menolak dengan alasan aku lelah dengan pekerjaan kantorku 
dan sedang tidak ingin pergi begitu jauh hanya untuk 
berbelanja. Dan kesempatan ini akan aku gunakan 
sebaik-baiknya. Sore ini aku akan punya kegiatan yang lebih 
menarik dari sekedar berbelanja, di Singapura sekalipun. Supir 
kami mengantar Mas Har pergi dan 30 menit kemudian aku pergi 
menuju kantor membawa sedanku sendiri. 

Setelah makan siang aku kembali ke kantor dan menyelesaikan 
sebagian pekerjaanku hari itu dan dua jam sebelum waktu 
pulang, aku menyerahkan sisa pekerjaan itu ke bawahanku. 
Mereka tidak terlalu senang dengan tugas mendadak itu, tapi 
nampaknya mereka sudah terbiasa dengan perangaiku. Mereka 
paham bahwa aku tidak ingin menjadi lelah, karena sepulang 
kerja nanti aku akan pergi bersama teman-temanku, eksekutif 
wanita muda yang lain. Hanya saja mereka tidak tahu kalau hari 
itu, aku sudah membatalkan acara jalan-jalan kami. 

Kukemudikan sedanku ke arah rumahku, namun kemudian berbelok 
menuju tempat lain. Sekitar 15 menit kemudian aku berhenti di 
samping sebuah lapangan basket di dalam suatu perumahan. Di 
sana sejumlah remaja SMU sedang bermain. Aku turun dari 
mobilku dan duduk di samping lapangan tempat tas-tas mereka 
diletakkan, lalu menyaksikan permainan mereka. Salah satu dari 
mereka, mengenakan kostum basket warna merah, yang kemudian 
melihatku, tersenyum dan melambaikan tangannya. Aku membalas 
dengan cara serupa. Dia adalah Angga, anak salah satu 
bawahanku yang sedang kutugaskan pergi ke luar kota selama 
beberapa hari. Hubunganku dengan keluarga mereka cukup akrab 
untuk mengetahui bahwa Angga mengikuti latihan basket dua kali 
seminggu di sana. 

Sepuluh menit kemudian permainan berakhir dan sejumlah remaja 
itu menuju ke tas mereka, yaitu ke arahku. Aku berjalan menuju 
Angga membawa sebotol minuman yang sudah kusiapkan pagi tadi. 

"Ang, minum dulu nih. Ternyata tadi di mobil Tante masih ada 
sebotol", tawarku. 
"Oh iya, Tante, makasih!", jawabnya tersengal. 

Nampaknya ia masih kelelahan. Angga mengambil botol dari 
tanganku dan segera menghabiskan isinya. Kami berjalan menuju 
tasnya. Dan ia mengeluarkan handuk untuk menyeka keringatnya. 
Aku mengintip sebentar ke dalam tasnya dan bersyukur aku 
memberikan botol minumanku kepada Angga sebelum ia sempat 
mengambil minuman bekalnya sendiri. 

Sebagai pemain basket, Angga cukup tinggi. Dari tinggi badanku 
yang 168 cm kuperkirakan kalau tinggi Angga sekitar 180-an cm. 
Bisa kuperhatikan tangan Angga cukup kekar untuk anak 
seusianya, sepertinya olahraga basket benar-benar melatih 
fisiknya. Figur badannya menunjukkan potensinya sebagai atlet 
basket. Aku beralih ke wajahnya yang masih nampak imut walau 
basah oleh keringat. Dengan kulit yang kuning, wajahnya 
benar-benar manis. Aku tersenyum. 

Setelah menyeka wajahnya, Angga memperhatikanku sebentar dan 
berkata, "Tante Nia dari kantor? Kok pake ke sini?" 
"Nggak, males aja mau ke rumah, enggak ada temannya sih. Om 
Harry lagi ke Singapura. Jadi tante jalan-jalan.. terus 
ternyata lewat deket-deket sini, sekalian aja mampir.." ujarku 
setengah merajuk. 

Ia beralih sebentar untuk ngobrol dan bercanda dengan 
temannya. 

"Sama dong Tante, Angga lagi males nih di rumah, nggak ada 
orang sih!" 
"Nggak ada orang? Ibu sama adik kamu ke mana?" 
"Nginep di rumah nenek, besok sore pulang. Aku disuruh jaga 
rumah sendirian". Angga menaruh handuknya dan duduk di 
sampingku. 
"Oh, kebetulan banget ya.." kata-kata itu tiba-tiba terlepas 
dari mulutku. 

Yang dikatakan Angga benar-benar di luar dugaanku, tapi justru 
membuat keadaan jadi lebih baik. Aku tidak perlu bersusah 
payah untuk mencari tempat ber.. 

"Kenapa, Tante? Kebetulan gimana?" 
"Iya, kebetulan aja kita sama-sama cari teman.." Angga 
tersenyum. 
"Sebenarnya.. Ehh.. Tante ada perlu sih ke rumahmu. Ada file 
laporan penting yang harus diambil segera, padahal papa kamu 
masih di luar kota. Kira-kira bisa nggak ya, tante ke rumahmu 
ngambil file itu? Tante sudah bilang kok sama Papa kamu, 
katanya tante disuruh ngambil aja di rumah.." 
"Oh, nggak apa-apa kok. Cuma mungkin agak lama ya, Tante. 
Soalnya aku musti cari-cari kunci cadangannya lemari papa. 
Biasanya selalu dikunci sih, kalau pergi-pergi. " 
"Nggak masalah, Tante nggak buru-buru. Kita pergi sekarang?". 

Angga mengangguk lalu kami berjalan menuju mobilku. Angga 
melambaikan tangan pada teman-temannya dan meneriakkan 
kata-kata perpisahan. Kuperhatikan teman-teman Angga saling 
berbisik dan tertawa-tawa kecil melihat kami pergi. 

"Di rumah benar-benar nggak ada orang yah, Ang?" 
"Cuma aku doang, Tante. Untungnya sih Mama ngasih uang lumayan 
buat cari makan." 
"Aduh.. Kaciann.." kataku manja. "Tapi biasanya seumuran kamu 
pasti ada pacar yang nemenin kemana-mana kan.." 
Angga menoleh dan tersenyum padaku. "Wah, Angga nggak punya 
Tante. Belum ada yang mau!" 
"Ah, masa? Cowok keren kaya kamu gini loh!" Kutepuk pelan 
lengannya, mencoba merasakan sejenak kekokohannya. "Kalau 
Tante sih, sudah dari dulu Angga tante sabet!" 

Angga hanya tertawa ramah, ia sudah biasa dengan gaya 
bercandaku yang agak genit itu. Padahal sebenarnya, sosok 
Angga benar-benar sudah mempesonaku saat ia diperkenalkan 
padaku dan Mas Har setahun yang lalu. 

Perjalanan ke rumah Angga memakan waktu sekitar 30 menit 
karena jalanan sudah penuh oleh mobil-mobil orang lain yang 
menuju rumah masing-masing. Dalam perjalanan aku tetap 
memperhatikan Angga. Aku ingin tahu apakah minuman yang tadi 
Angga minum sudah menunjukkan reaksinya. Biasanya aku 
menggunakan obat itu untuk memancing nafsu Mas Har dan 
mempertahankan staminanya. Aku mungkin sudah gila.. Mencoba 
untuk tidur dengan bocah SMU anak pegawaiku sendiri.. Tapi 
biarlah.. Gelegak di diriku sudah tak mampu lagi aku bendung. 

Tadi pagi aku memberikan dosis ekstra pada minuman yang 
kuberikan pada Angga, dan sekarang aku penasaran akan efeknya 
pada tubuh muda Angga. Bisa kulihat sekarang napas Angga mulai 
naik-turun lagi setelah sempat tenang duduk dalam mobil. 
Duduknya juga nampak sedikit gelisah. Aku menepi. Kami sudah 
sampai. 

Ia membuka pintu dan mempersilahkan aku masuk. Aku duduk 
nyaman di sofa ruang tamu dan ia menuju dapur untuk menyiapkan 
segelas minuman buatku. Rumah Angga tidak besar, sekedar cukup 
untuk tinggal empat orang. Sekali lagi aku menanyakan pada 
diriku sendiri, apakah aku ingin melakukan hal ini.. Dan 
sedetik kemudian aku menjawab: aku memang benar-benar 
menginginkannya.. 

Kutanggalkan jas dan blazerku, menyisakan sebuah tank-top 
putih untuk melekat di bagian atas tubuhku. Tadi pagi aku 
sudah mematut diri di kaca dengan tank-top ini. Sebenarnya 
ukurannya sedikit lebih kecil dari ukuranku, hingga cukup 
ketat untuk memperlihatkan dengan jelas bentuk payudaraku, 
bahkan puting susuku. Aku tersenyum geli ketika meihat diriku 
di cermin pagi itu. Rok miniku kutarik sedikit lebih tinggi, 
dan kusilangkan kakiku sedemikian rupa hingga Angga yang nanti 
kembali dari dapur akan memperhatikan pahaku yang mulus. 

Angga keluar beberapa menit kemudian membawakan segelas sirup 
dengan batu es. Ia terdiam sejenak sebelum melanjutkan 
langkahnya menuju meja di depanku. 

"Panas banget, Ang. Makanya Tante copot blazernya", kataku 
setengah mengeluh. 
"Iya, memang di sini nggak ada AC seperti di rumah Tante". 

Suara Angga sedikit terbata, nafasnya naik-turun, dan mencoba 
tersenyum. Kulihat Angga juga berkeringat, tapi aku tahu hal 
itu bukan hanya karena panas yang ada di ruang tamu ini. Aku 
mengambil gelas yang dingin itu dan menggosokkannya pada 
bagian bawah leherku yang berkeringat. Segar sekali.. 

"Ahh.. Seger baget Ang. " 

Angga menelan ludahnya. Kuminum sedikit sirup itu. 

"Uhh.. Top banget. Enak, Ang", ujarku setengah mendesah. 
"Hmm.. Tante.. Angga.. Angga cari kunci lemarinya papa dulu 
ya.." kata Angga. Anak ini pemalu juga, kataku dalam hati. 
"Oh, iya deh, Tante tunggu. " Angga kemudian bergegas menuju 
satu lemari besar di samping sofa dan mulai membuka 
laci-lacinya. 

Aku bersabar sedikit lebih lama. Aku tahu dari tingkah laku 
Angga yang makin gelisah, kalau obat itu sebentar lagi akan 
benar-benar memberi efek. Setelah 10 menit mencari dan belum 
menemukan kuci itu. Aku berjalan ke arah Angga yang masih 
membungkuk, mencari kunci itu di salah satu laci. 

"Ang.. Apa nggak lebih baik.." 

Angga lalu berdiri dan membalikkan badannya menghadapku. Aku 
tahu dia sempat mencuri pandang ke arah dadaku sebelum melihat 
wajahku. Ia menelan ludahnya. Aku mendekat padanya hingga jika 
aku melangkah sekali lagi tubuhku akan langsung bersentuhan 
dengannya. Angga mencoba mundur, tapi lemari besar itu 
menghalanginya. 

"Kenapa..? Tante..?", nafasnya terasa menyentuh dahiku. 

Aku mendongak sedikit, menatap wajahnya. 

"Lebih baik kamu.." 

Tanganku meraba otot bisepnya, padat.. 

"Mandi dulu.." 

Tanganku yang satu menyentuh tepi bawah kostum basketnya.. 

"Terus ganti baju.." 

Kedua tanganku mulai mengangkat kausnya.. 

"Kan, kamu keringetan gini.." 

Tanganku setengah meraba otot-otot perutnya yang keras sambil 
terus membawa kausnya ke atas.. 

"Nanti.. Kuncinya.. Dicari lagi.." 

Dadanya cukup kokoh, dan terasa sekali paru-parunya mengembang 
dan mengempis semakin cepat, jantungnya berdegup kencang.. 
Wajahku terasa panas, jantungku ikut berdetak cepat. Angga 
mengangkat lengannya dan berkata, "Ya Tante.." 

Tapi suara Angga lebih mirip desahan berat. Kuangkat lagi 
kausnya ke atas dan Angga dengan cepat meneruskan pekerjaanku 
dan kemudian melemparkan kausnya ke samping. Angga sekarang 
bertelanjang dada, dengan celana selutut masih dikenakannya. 
Aku merapatkan badanku padanya namun tiba-tiba aku berhenti 
setelah merasakan sesuatu mengenai perutku. Aku mundur sedikit 
dan melihat ke arah dari mana sentuhan di perutku berasal. 

"Oh..!", bisikku sedikit terkejut. 

Dari dalam celananya terlihat tonjolan yang cukup panjang dan 
besar. Penis Angga.. Siluetnya terlihat jelas dari celana 
basketnya yang longgar. Aku melihat wajah Angga. Ia juga 
melihat tonjolan di celananya itu, sedikit terkejut, kemudian 
melihatku. Napasnya menderu. 

"Eh, maaf tante.. aku.. Nggak pernah.. Pake.." 
"Celana dalam? Nggak.. Pernah..?" potongku. 

Ia hanya menggeleng dan kembali menatapku. 

Aku tersenyum. "Nggak apa-apa.. Lebih baik gitu.." 

Wajah imutnya memperlihatkan keterkejutan. Tapi aku segera 
kembali merapatkan tubuhku dan maju lebih berani. Kucengkram 
batang kemaluannya dari luar celananya. Angga napak semakin 
terkejut dan badannya berguncang sedikit. Kemudian semua 
berjalan menuruti nafsu kami yang bergelora. 

Angga memelukku, membawa bibirku rapat ke bibirnya dan 
melakukan ciuman paling bernafsu yang pernah aku terima dalam 
satu dekade ini. Lidahnya bergelut liar dengan lidahku, 
bibirku digigitnya pelan.. Kupegang kepalanya dan kurapatkan 
terus dengan wajahku. Kuacak-acak rambutnya seakan aku ingin 
seluruh tubuhnya masuk ke dalam ragaku. 

Angga mencoba menyudahi ciuman itu. Aku khawatir ia akan 
menolak untuk bertindak lebih jauh, hingga aku tidak 
membiarkannya. Tapi aku sudah sulit mengatur napasku, dan 
akhirnya kulepaskan wajahnya. Aku tersengal, mencoba menghirup 
udara sebanyak-banyaknya. Ternyata Angga sama sekali tidak 
berhenti. Saat aku ditaklukkan nafsu saat berciuman tadi, 
Angga sudah berhasil melepaskan tank-topku tanpa sedikitpun 
aku menyadarinya. Tank-top itu kini berada di bawah kakiku. 
Dan kini Angga mulai menghisap dan menjilati leherku dengan 
buas. 

"Ohh.. Anngghh.." ini dia yang selama ini kudambakan, gairah 
dan energi yang begitu meluap.. 

Lidah Angga bergerak lagi ke bawah.. Membasahi belahan 
dadaku.. Berputar sebentar di sekitar puting kiriku, 
memberikan sensasi geli yang nikmat.. Kemudian Angga melahap 
payudaraku. 

"Ouuhh.. Kamu.. Ahh.. Kurang ajar yahh.. Hmmpphh.. Terusin 
Anngg.. Ahh.. Mmmhh.." 

Bocah ini.. Benar-benar bernafsu.. Ia lalu melakukan hal sama 
pada payudaraku yang sebelah kanan dan segera membawaku ke 
ambang orgasme.. Aku merasakannya.. Sedikit lagi.. Tapi ia 
tiba-tiba berhenti, membuatku melihat ke bawah, ingin tahu apa 
yang terjadi. Ia berlutut, dan mencoba melepaskan rok miniku. 
Tanganku bergerak cepat membantu Angga dan dua detik kemudian 
rok itu sudah jatuh ke lantai. Aku mencoba melepaskan pula 
celana dalamku, namun Angga lebih cepat.. Ia merobeknya.. 
Sejurus kemudian lidahnya beraksi lagi.. Dalam liang 
kewanitaanku.. 

"Anggahh.. Kamuhh.. Nggak sopann.." 

Kumajukan pinggulku, rasanya aku ingin membenamkan seluruh 
wajah Angga ke dalam vaginaku.. Lidah Angga yang tak terlatih, 
membuatku harus membantunya menyentuh daerah yang tepat dengan 
menggerakkan kepala bocah itu. 

"Uuuhh.. Di sini Anngghh.. Ohh.. Yeeaahh..!!" 

Angga terus bergerilya dalam gua-ku hingga aku merasakan 
gelombang kenikmatan yang hebat. 

"Angghh.. Tante.. Mau.. Aaahh!!" 

Tubuhku menggeliat seiring dengan orgasme yang melandaku. 
Angga dengan liar menjilati cairan-ku sampai tetes yang 
terakhir. Kakiku terasa lemas.. Pelan-pelan aku terduduk.. Dan 
kemudian berbaring di lantai.. Merasakan sisa-sisa kenikmatan 
yang telah Angga berikan sambil terengah-engah.. 

Aku melihat ke arah Angga. Ia juga sedang terengah-engah. 
Badannya berdiri kokoh di hadapanku. Badan kekarnya yang 
berkeringat, berkilat oleh pantulan matahari sore yang 
menerobos jendela kamar. Dan.. Tak ada lagi celana basket yang 
melekat di badan itu. Pistolnya.. Mengacung tegak ke arahku. 
Batangnya begitu besar.. Pasti lebih dari 20 cm, dan tebal. 
Rambut tipis dari kemaluannya berlanjut ke atas menuju 
pusarnya. Oh.. Begitu muda dan gagah.. 

"Tante.. Aku.." 
"Giliran Tante, Ang!" 

Aku berdiri, menghimpit tubuhnya dan menjilati badan remaja 
itu. Tangannya yang kuat mengelus mendekapku sambil mengusap 
punggungku. Saat kugigit-gigit putingnya, Angga mendesah 
perlahan dan rambutku diacaknya. Tanganku dengan mudah 
mendapati penisnya, kemudian kukocok pelan. Sementara itu 
lidahku mengembara di otot-otot perut Angga. 

Kini aku sampai pada pusarnya. Lidahku terus bergerak turun 
dan kulahap pucuk batang kejantanan Angga. Angga menggeram. 
Kukulum batangnya dan aku puas mendengar Angga terus mendesah. 


"Ooohh.. Tante.. Ahh.." 

Kucoba untuk menelan lebih dalam, tapi ukuran penis Angga 
terlalu besar. Sudah saatnya.. 

"Ayo Ang, biar tante ajarin caranya jadi lelaki.." 

Kuajak dia berbaring di lantai, lalu pelan-pelan aku duduk di 
perutnya sambil memasukkan pistol Angga ke 'sarung'-nya, 
memastikan agar aku mendapatkan kenikmatan yang aku mau. 

"Aaahh.. Angga.. Punya kamuhh.. Besaarr.. Uuhh.." 

Aku membelai dadanya, dan mulai bergerak naik-turun. Angga 
melenguh dan memejamkan mata, meresapi setiap gerakan yang 
kubuat. 

"Uuuhh.. Eegghh.. Aduhh.. Nggak pernah.. Angga.. Ngerasain.. 
Enak kaya ginihh.." 

Setelah mulai terbiasa dengan ritmeku, Angga membuka matanya. 
Tangannya memegang kedua payudaraku yang naik turun. 

"Tante Nia.. Oohh.. Seksi banget.. Ahh.." 

Ia memerasnya.. Dan terasa sangat nikmat.. Kini aku yang 
menghayati permainan Angga. Tapi aku segera tersadar, kali ini 
AKU yang akan memuaskan Angga. 

Aku mempercepat gerakanku, sambil sesekali memutar-mutar 
pinggulku. 

"Ohh.. Tante.. Terusiinn.. Enaakk.. Aahh.. Mmmhh.." 

Tangannya beralih ke pantatku, mencoba ikut mengatur ritmeku. 
Kuberikan apa yang Angga minta, kujepit batangnya dan aku 
semakin bergoyang menggila. 

"Gini kan.. Mau kamu, Angghh.. Ehh.." 
"Uhh.. Yaa.. Ohh.. Aaagghh.. Kenceng bangett.. Ayo tante.." 

Aku bagai lupa daratan, kenikmatan yang kurasa benar-benar 
membius, dan sebentar lagi.. Tinggal sebentar.. 

"Tantee.. Oooaagghh!! Oh, yeaahh!!" 
"Annggaa.. Aaagghh.. Ohh.. Ohh.." 

Aku merasakan kenikmatan paling dahsyat dalam hidupku, 
bersamaan dengan ejakulasi Angga. Kami berpelukan, berguling 
sementara Angga masih meneruskan tikaman penisnya dalam 
vaginaku, membawaku semakin jauh dari dunia ini.. 

"Ohh.. Anggaa.. Ohh.. Kamu.. Udahh.. Bukan perjaka.. Lagi.. 
Ahh.." 

Ia menciumiku, memanjakan payudaraku, membelai-belai 
rambutku.. 

Dengan napas yang tersengal-sengal Angga berbisik di 
telingaku, 

"Duhh.. Nggak nyangkah.. Tante.. Nakal banget.. Ahh.. Tapi 
Angga.. Suka.. Dinakalin.. Tante.. Ehh.. Kontol Angga masih 
ngaceng nihh.. ehh.. Mau Tante apain lagi..?" 
Puas sekali aku mempermainkan Angga...

TAMAT

 

Cerita seks erotis dewasa seperti diatas bisa anda dapatkan rutin dan akan bisa dikirim terus ke mail box atau email anda jika anda bergabung menjadi member milis http://groups.yahoo.com/group/cerita_seks_erotis

Makanya JOIN GRATIS sekarang juga !!


Copyleft © 2006 by cerita_seks_erotis@yahoogroups.com 

Powered by Klikabadi
Isi dan desain Web : cerita_seks_erotis@yahoogroups.com